Nurdin Halid mundur!!!
Pernah ingat seruan itu? Semua
mencaci maki, semua mencela. Akibat dari kinerja buruk dalam menjalankan fungsi
organisasi. Semua masyarakat dari berbagai daerah berbondong-bondong pergi ke
Senayan untuk menyuarakan pendapat mereka.
Terlepas dari anarkis yang
ditimbulkan. Kasus itu membuktikan betapa cintanya seluruh warga Indonesia
terhadap olahraga yang dimainkan oleh 22 pemain di lapangan. Ada magnet
tersendiri dari cabang olahraga yang satu ini. Antusiasme juga fanatisme
menjadi faham yang tak bisa dipisahkan.
Bicara tentang masalah yang
menimpa persepakbolaan Indonesia, sepertinya tidak akan ada habisnya. Masalah timbul
secara bergantian satu per satu. Dari mulai masalah sepele yang
dibesar-besarkan, sampai masalah yang berhubungan dengan FIFA.
Sebelum era kepemimpin PSSI
sekarang, Nurdin Halid pernah menjabat sebagai ketua umum PSSI. Namun diakhir
kepemimpinannya diwarnai dengan buruknya menjalankan fungsi sebagai induk
organisasi yang menyebabkan geramnya masyarakat dan meminta Nurdin untuk
mundur.
Baru-baru ini dibawah
kepemimpin Djohar Arifin, kita melihat bahwa kompetisi kasta tertinggi di
Indonesia terbagi menjadi dua. Akibat dari adanya pihak yang pro dan kontra. Mengindikasikan
adanya perpecahan, dimana yang diakui PSSI adalah IPL bukan ISL. Dengan adanya
dua kompetisi, berdampak pada adanya beberapa peserta yang belum layak berada
di kasta tertinggi tapi dipaksakan ikut serta.
Tak perlu waktu lama untuk
menunggu hasil dari perpecahan ini. Karena yang diakui adalah IPL, otomatis
pemain timnas Indonesia hanya berasal dari kompetisi tersebut. Dengan materi
yang pas-pasan, hasilnya Indonesia kalah dari Bahrain dengan skor 0-10. Semua
tepuk jidad, semua mengelus dada. Hanya bisa pasrah dan akan selalu akrab
dengan kata-kata “Ambil hikmah dari setiap kejadian yang terjadi”. Benar kan?
Lalu mau sampai kapan kita mengambil hikmah tanpa
bertindak? Mau sampai kita bangkrut akan prestasi baru kita akan berubah atau
sampai dibubarkan secara paksa baruu mau berubah. Opsinya kurang bagus memang,
tapi apa harus sampai begitu. Rasanya sekarang tinggal kesadaran untuk
memajukan persepakbolaan Indonesia yang harus lebih digalakkan.
Untuk itu penulis akan menyampaikan pendapatnya untuk perkembangan
induk organisasi sepakbola. Pertama, tentang pembinaan usia dini. Sesuai dengan
tahap perkembangan olahraga, setiap jenjang kelompok umur akan ada perlakuan
berbeda. Tidak mungkin atlet yang berusia 12 tahun program latihannya disamakan
dengan atlet yang berusia 18 tahun. Dari aspek fisiologis, psikologis pun sudah
berbeda. Maka dari itu dibuatlah tahap-tahapnya, karena yang diharapkan nanti
adalah seorang atlet akan menampilkan penampilan terbaiknya saat usia emas.
Yang terjadi di Indonesia, saat usia emas atlet malah hilang tak tau kemana.
Jangan sampai terjadi lagi hal-hal seperti itu.
Bisa dijelaskan bahwa tahap perkembangan olahraga dibagi
menjadi lima bagian. Pertama,
Fundamental, bagi anak usia 6-9 tahun. Pada tahap ini, jangan dispesifikkan ke
dalam satu cabang olahraga tapi harus mencakup semua gerakan dasar. Latihan
yang dilakukan bisa berupa permainan, konsep dasar gerak dan vo2max yang hanya
berupa Rockfot (jalan kaki 1mil). Kedua,
Learning to Train, disini anak berusia 9-14 tahun mulai mengikuti latihan
olahraga. Mulai diberikan latihan kekuatan dan kecepatan. Sudah masuk ke dalam
mengidentifikasi bakat anak. Ketiga,
Train to Train, anak berusia 13-16 tahun sudah masuk ke dalam tahap pencarian
bakat anak. Vo2max sudah dibangun dengan benar juga kecepatan dikembangkan. Keempat, Train to Compete, usia 15-18
tahun. Merupakan tahap pengembangan bakat. Disiapkan untuk mengikuti kompetisi
juga tahap penyempurnaan teknik. Dan yang kelima,
Train to Win, diatas usia 18 tahun. Sudah mendapatkan latihan dengan intensitas
tinggi. Latihan berlebihan pun harus dihindarkan. Merupakan waktu dimana puncak
penampilan bisa diterapkan.
Penjelasan paragraf di atas
merupakan bahasan singkat mengenai pembinaan atlet. Selanjutnya, yang tak kalah
pentingnya adalah menghilangkan segala bentuk KKN. Dalam karir atlet di kelompok
umur, setiap penyeleksian tim kadang akan ada kasus-kasus seperti menyuap,
sistem kedekatan, dll. Nah, pradigma ini harus dihilangkan untuk mendapatkan
bibit pemain sepakbola yang murni dengan kemampuan mumpuni.
Kemudian mengenai
kepengurusan di PSSI. Sebaiknya dijauhkan dari unsur politik. Jika perlu,
orang-orang parpol tidak boleh ada satu pun yang menjabat di kepengurusan.
Mengapa demikian? Politik yang identik dengan korupsi dan masalah lainnya akan
membuat konsentrasi menjadi terbelah dua. Tidak akan fokus dengan satu tujuan,
memajukan sepakbola Indonesia. Oleh karena itu hilangkan unsur politik juga
tikus-tikus nakal dalam tubuh induk organisasi olahraga yang terdiri dari 11
orang dalam satu tim.
Sulit memang untuk mengubah
kepengurusan dalam sekejap dengan peraturan seperti itu. Tapi tanpa mencoba
mana bisa kita tahu hasilnya. Jangan selalu mensugesti setiap kejadian yang
belum dilakukan dengan kata “Ah itu sulit untuk diwujudkan!”. Jangan katakan
itu. Optimislah, katakan bahwa dengan izin Allah SWT semua bisa dilakukan.
Tinggal niat yang harus dikuatkan. Lagi penulis katakan, ini semua untuk
kemajuan sepakbola Indonesia, hanya itu dan tidak ada yang lain.
Jika setelah dicoba hal itu
masih belum bisa direalisasikan, penulis akan memberikan opsi lain. Adalah dengan
membuat peraturan baru dimana setiap anggota kepengurusan PSSI diharuskan
memberikan jaminan berupa harta miliknya seperti rumah, mobil dan fasilitas
lain yang harganya selangit selama masa jabatannya.
Jadi begini aturannya,
setelah ditunjuk menjabat dalam kepengurusan, diharuskan memberikan jaminan
berupa barang seperti yang dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Jika prestasi
selama kepengurusan ternyata buruk apalagi jika orang tersebut terlibat kasus korupsi,
maka jaminan akan diberikan ke bagian pengawas kinerja kepengurusan PSSI. Yang
nantinya barang itu akan diuangkan dan digunakan untuk membiayai fasilitas
sepakbola, jika masih ada lebih diberikan ke panti asuhan. Dan jika saat masa
kepengurusannya, prestasi sepakbola bertambah baik, maka barang jaminan
dikembalikan dan ia pun akan menerima gajinya secara utuh.
Mengapa demikian? Karena dengan
begitu, para pengurus akan merasa bertanggung jawab atas apa yang akan mereka
kerjakan nantinya. Dengan begitu, iya akan semaksimal mungkin bekerja keras
untuk membuat hasil positif. Positif untuk sepakbola Indonesia, agar rakyat
Indonesia bisa merasa bangga nantinya. Bahwa inilah sepakbola kita yang bisa
berbicara baik dikancah Asia Tenggara, Asia bahkan juga dunia. Amin.
Semua ini tidak bisa
dilakukan tanpa kesadaran masyarakat dari berbagai kasta akan pentingnya
perubahan yang mesti dilakukan. Perlu ada niat, juga usaha. Usaha pun bukan optimal
tapi harus maksimal. Karena PSSI bukan milik satu golongan, tapi milik seluruh
rakyat Indonesia. Mari wujudkan masa depan yang lebih cerah agar mimpi menjadi
“Macan Asia” tercapai. @kimul92
Tidak ada komentar:
Posting Komentar